Selasa, 27 Maret 2012

SEJARAH BAHASA INDONESIA SETELAH KEMERDEKAAN

MATERI :
SEJARAH BAHASA INDONESIA SETELAH KEMERDEKAAN


OLEH :
FARIDA PUTRI UTAMI (1111040046)
ZUL JALALI WAL IKRAM (1111040066)




Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia. Selain itu, bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar (lingua franca) untuk pendidikan di sekolah-sekolah Indonesia. Hampir seluruh rakyat Indonesia menggunakan Bahasa Indonesia, Pada tahun 1945, Bahasa Indonesia diresmikan setelah Indonesia mencapai kemerdekaan dari pihak Belanda. Pada dasarnya, Bahasa Indonesia adalah bahasa dinamik yang terus menyerap kata-kata dari bahasa-bahasa asing. Adapun kedudukan & fungsi bahasa Indonesia bagi bangsa Indonesia itu sendiri yaitu:
a.      Lambang kebanggaan Bangsa
b.      Lambang identitas nasional
c.       Alat pemersatu berbagai suku Bangsa
d.      Alat perhubungan antar daerah, antarwarga dan antarbudaya
e.      Bahasa resmi kenegaraan
f.        Bahasa pengantar dalam dunia pendidikan
g.      Alat perhubungan di tingkat nasional untuk kepentingan pembangunan dan pemerintahan
h.      Latar pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi
Secara historis Bahasa Indonesia merupakan varian bahasa melayu yang juga digunakan di wilayah Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, bagian selatan Thailand, bagian selatan Filipina, dan beberapa tempat di Afrika Selatan. Bahasa melayu pertama kali diangkat menjadi bahasa persatuan di Indonesia pada 28 Oktober 1928 dalam peristiwa yang disebut Sumpah Pemuda. Sejak saat itu, bahasa melayu yang digunakan di wilayah Indonesia disebut dengan Bahasa Indonesia.
Sebenarnya bahasa melayu bukan bahasa terbesar yang digunakan di Indonesia. Bahasa Jawalah yang merupakan bahasa terbesar dari segi pemakainya pada saat itu hingga sekarang. Namun, bahasa melayu dipilih sebagai bahasa Indonesia karena bahasa ini sudah menjadi lingua franca atau bahasa pengantar di wilayah Indonesia dan Asia Tenggara sejak ribuan tahun lalu. Salah satu buktinya adalah catatan inskripsi di Sojomerto, Jawa Tengah yang menggunakan bahasa Melayu kuno. Inskripsi ini tidak bertahun, tetapi menurut estimasi ahli dibuat pada pertengahan abad 7. Ini menunjukkan bahwa bahasa Melayu pun sudah dikenal di Pulau Jawa sejak ribuan tahun lalu.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sejarah Bahasa Indonesia itu lahir pada tanggal 28 Oktober 1928. Pada saat itu, para pemuda dari berbagai pelosok nusantara berkumpul dalam rapat, dan para pemuda tersebut berikrar:
1.    Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah satu, tanah air Indonesia.
2.    Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia.
3.    Kami putra dan putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Ikrar para pemuda ini dikenal dengan nama “Sumpah Pemuda”. Unsur yang ketiga dari “Sumpah Pemuda” merupakan pernyataan tekad bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Makna dari berbahasa satu adalah bukan berarti seluruh warga Indonesia harus berbahasa tunggal yaitu bahasa Indonesia dengan meninggalkan bahasa-bahasa daerah yang dimiliki. Melainkan bermakna menjunjung tinggi kebesaran bahasa Indonesia sebagai media pemersatu semua suku dan bangsa yang ada di NKRI. Pada tahun 1928 bahasa Indonesia dikokohkan kedudukannya sebagai bahasa nasional.
Kemudian, Bahasa Indonesia dinyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara pada tanggal 18 Agustus 1945, karena pada saat itu Undang – Undang Dasar 1945 disahkan sebagai Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Di dalam UUD 1945 disebutkan bahwa “Bahasa Negara Adalah Bahasa Indonesia” (Bab XV, Pasal 36).

A.     Perkembangan Bahasa Indonesia
Setelah kemerdekaan, Bahasa Indonesia mengalami perkembangan & mendapat perhatian lebih dari pemerintah Orde Lama dan Orde Baru, diantaranya melalui pembentukan Pusat Bahasa dan pusat penyelenggaraan Kongres Bahasa Indonesia.
Peristiwa-peristiwa penting dalam perkembangan Bahasa Indonesia setelah kemerdekaan;
a.      Tanggal 18 Agustus 1945 ditandatangani UUD 1945, yang di dalamnya terdapat pasal 36, yang menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara.
b.      Tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan Ejaan Republik (Ejaan Soewandi) sebagai ganti ejaan van Ophuysen yang berlaku sebelumnya. Untuk lebih memahami mengenai Ejaan Republik (Ejaan Soewandi) sebagai ganti ejaan va Ophuysen, yaitu sebagai berikut:
1.      Ejaan van Ophuijsen
Pada tahun 1901 ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin, yang disebut Ejaan van Ophuijsen, ditetapkan. Ejaan tersebut dirancang oleh van Ophuijsen dibantu oleh Engku Nawawi Gelar Soetan Ma'moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Hal-hal yang menonjol dalam ejaan ini adalah sebagai berikut.
·                Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus disuarakan tersendiri dengan dipotong seperti mulaï dengan ramai. Juga digunakan untuk menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa.
·                Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.
·                Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.
·                Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dan sebagainya.
2.      Ejaan Soewandi
Pada tanggal 19 Maret 1947 ejaan Soewandi diresmikan menggantikan ejaan van Ophuijsen. Ejaan baru itu oleh masyarakat diberi julukan ejaan Republik. Hal-hal yang perlu diketahui sehubungan dengan pergantian ejaan itu adalah sebagai berikut.
§  Huruf oe diganti dengan u, seperti pada guru, itu, umur.
§  Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k, seperti pada kata-kata tak, pak, maklum, rakjat.
§  Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti anak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
§  Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, seperti kata depan di pada dirumah, dikebun, disamakan dengan imbuhan di- pada ditulis, dikarang.
Namun, setelah mengalami perkembangan bahasa Indonesia mengalami perubahan hingga menjadi ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan, tetapi sebelumnya ejaan Melindo juga pernah digunakan setelah ejaan Soewandi.
3.         Ejaan Melindo
Pada akhir 1959 sidang perutusan Indonesia dan Melayu (Slametmulyana-Syeh Nasir bin Ismail) menghasilkan konsep ejaan bersama yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan Melindo (Melayu-Indonesia). Perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya mengurungkan peresmian ejaan itu.
4.      Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia. Peresmian ejaan baru itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian ejaan itu.
Karena penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya tanggal 12 Oktober 1972, No. 156/P/1972 (Amran Halim), menyusun buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang berupa pemaparan kaidah ejaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975 memberlakukan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah.
Pada tahun 1987 kedua pedoman tersebut direvisi. Edisi revisi dikuatkan dengan surat Putusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0543a/U/1987, tanggal 9 September 1987.
Beberapa hal yang perlu dikemukakan sehubungan dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan adalah sebagai berikut.
1.         Perubahan Huruf
Ejaan Soewandi
Ejaan yang Disempurnakan
dj
djalan, djauh
j
jalan, jauh
j
pajung, laju
y
payung, layu
nj
njonja, bunji
ny
nyonya, bunyi
sj
isjarat, masjarakat
sy
isyarat, masyarakat
tj
tjukup, tjutji
c
cukup, cuci
ch
tarich, achir
kh
tarikh, akhir
2.         Huruf-huruf di bawah ini, yang sebelumnya sudah terdapat dalam Ejaan Soewandi sebagai unsur pinjaman abjad asing, diresmikan pemakaiannya.
§  f        maaf, fakir
§  v       valuta, universitas
§  z        zeni, lezat
3.         Huruf-huruf q dan x yang lazim digunakan dalam ilmu eksakta tetap dipakai
Contohya:
a : b = p : q
Sinar-X
4.         Penulisan di- atau ke- sebagai awalan dan di atau ke sebagai kata depan dibedakan, yaitu di- atau ke- sebagai awalan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, sedangkan di atau ke sebagai kata depan ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya.
di- (awalan)
di (kata depan)
Ditulis
di kampus
Dibakar
di rumah
Dilempar
di jalan
Dipikirkan
di sini
Ketua
ke kampus
Kekasih
ke luar negeri
Kehendak
ke atas
5.         Kata ulang ditulis penuh dengan huruf, tidak boleh digunakan angka 2.
Misalnya:
anak-anak, berjalan-jalan, meloncat-loncat
c.       Kongres Bahasa Indonesia II di Medan pada tanggal 28 Oktober s.d. 2 November 1954 juga salah satu perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara.
d.      Pada tanggal 16 Agustus 1972 H. M. Soeharto, Presiden Republik Indonesia, meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57, tahun 1972.
e.      Pada tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).
f.        Kongres Bahasa Indonesia III yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober s.d. 2 November 1978 merupakan peristiwa penting bagi kehidupan bahasa Indonesia. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
g.      Kongres bahasa Indonesia IV diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 21-26 November 1983. Ia diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin.
h.      Kongres bahasa Indonesia V di Jakarta pada tanggal 28 Oktober s.d. 3 November 1988. Ia dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh Nusantara (sebutan bagi negara Indonesia) dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani dengan dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
i.        Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta pada tanggal 28 Oktober s.d. 2 November 1993. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Syarikat. Kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia.
j.         Kongres Bahasa Indonesia VII diselenggarakan di Hotel Indonesia, Jakarta pada tanggal 26-30 Oktober 1998.
Bahasa Indonesia terus mengalami perkembangan. Sampai saat ini, bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup. Yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan, maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing. Hampir Sebagian besar warga Indonesia menggunakan bahasa Indonesia yang bercampur dengan bahasa asing atau daerah. Bahkan terdapat kamus bahasa gaul yang diperjual-belikan secara bebas. Sebagai warga negara Indonesia kita harus tetap melestarikan bahasa persatuan kita di era globalisasi ini.
Sastrawan-sastrawan muda yang sejak tahun 1942 sudah muncul, terkenal dengan nama “Angkatan ‘45”. Bahasa yang dipergunakan mereka bukan lagi bahasa Balai Pustaka, juga bukan bahasa Pujangga Baru, melainkan bahasa Indonesia yang berkembang dengan corak baru. Kekhasan bahasa yang dipakai waktu itu, lebih bebas dalam memilih kata maupun kalimat, kaya dengan ungkapan-ungkapan, dan perbandingannya tidak berbau klise lagi.
Pada tahun 1950, bahasa Indonesia memasuki periode baru, dan semakin terus-menerus dibina dan dikembangkan. Kedudukan bahasa Indonesia menjadi bahasa ilmu, bahasa seni, bahasa politik, bahasa hukum dan bahasa ekonomi. Selanjutnya, pada tanggal 16 Agustus 1972, Presiden Republik Indonesia menetapkan pemakaian ejaan baru. Pemerintah juga melalui surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengubah Lembaga Bahasa Nasional menjadi Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa pada tanggal 1 Pebruari 1975. Berbagai usaha dilakukan lembaga ini untuk mengembangkan bahasa Indonesia.
Penelitian-penelitian, penataran, penyuluhan, seminar dan konferensi-konferensi digalakkan. Televisi Republik Indonesia (TVRI) dan Radio Republik Indonesia (RRI) juga berperan dalam pembinaan bahasa Indonesia melalui program-program siaranya.
Untuk itu, Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar hampir di seluruh wilayah Indonesia, terutama daerah perkotaan. Hampir 87% penduduk Indonesia dapat mengerti bahasa Indonesia. Sementara itu, lebih dari 65% penduduk Indonesia dapat menggunakan bahasa Indonesia. Pada umumnya, bahasa ibu orang Indonesia adalah bukan bahasa Indonesia (sering disebut bahasa daerah) dan baru mengenal bahasa Indonesia ketika masuk usia sekolah karena bahasa pengantar di sekolah adalah bahasa Indonesia. Namun, saat ini anak-anak Indonesia sudah mulai mengenal bahasa Indonesia sejak masih kecil karena adanya siaran televisi atau radio dalam bahasa Indonesia.
Jumlah penduduk Indonesia yang hanya bisa menggunakan bahasa Indonesia meningkat karena adanya perkawinan antarsuku. Selain itu, karena faktor ekonomi, di kota-kota besar di Indonesia bahasa Indonesia sudah menjadi bahasa pengantar dalam kehidupan sehari-hari.
Sebenarnya jumlah bahasa lain yang bukan bahasa Indonesia cukup banyak. Jumlahnya adalah 706 bahasa. Dari jumlah tersebut, bahasa yang besar dari sudut jumlah pemakai adalah bahasa Jawa, Sunda, Madura, Bali, Minangkabau, dan Batak.
Namun Bahasa Indonesia memiliki fungsi sebagai alat pengembangan kebudayaan nasional, ilmu pengetahuan dan teknologi. Di dalam hubungan ini, Bahasa Indonesia adalah satu-satunya alat yang memungkinkan kita membina dan mengembangkan kebudayaan nasional sedemikian rupa sehingga ia memiliki ciri-ciri dan identitasnya sendiri, yang membedakannya dari kebudayaan daerah. Pada waktu yang sama, Bahasa Indonesia kita pergunakan sebagai alat untuk menyatakan nilai-nilai sosial budaya nasional kita.
Telah banyak buku-buku ilmiah dan sastra berbahasa Indonesia yang diterjemahkan ke dalam bahasa asing. Hal ini menunjukkan bahwa Bahasa Indonesia itu punya kedudukan tersendiri di mata internasional. Akhir kata: “Mari kita memakai dan menggunakan Bahasa Indonesia.”


DOWNLOAD KLIK DISINI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar