MATERI :
SEJARAH BAHASA INDONESIA SETELAH KEMERDEKAAN
OLEH :
FARIDA PUTRI UTAMI (1111040046)
ZUL JALALI WAL IKRAM (1111040066)
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik
Indonesia. Selain itu, bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar
(lingua franca) untuk pendidikan di sekolah-sekolah Indonesia. Hampir seluruh
rakyat Indonesia menggunakan Bahasa Indonesia, Pada tahun 1945, Bahasa Indonesia diresmikan setelah Indonesia
mencapai kemerdekaan dari pihak Belanda. Pada dasarnya, Bahasa
Indonesia adalah bahasa dinamik yang terus menyerap kata-kata dari
bahasa-bahasa asing. Adapun kedudukan &
fungsi bahasa Indonesia bagi bangsa Indonesia itu sendiri yaitu:
a. Lambang kebanggaan Bangsa
b. Lambang identitas nasional
c. Alat pemersatu berbagai suku Bangsa
d. Alat perhubungan antar daerah, antarwarga dan antarbudaya
e. Bahasa resmi kenegaraan
f.
Bahasa
pengantar dalam dunia pendidikan
g. Alat perhubungan di tingkat nasional untuk
kepentingan pembangunan dan pemerintahan
h. Latar pengembangan kebudayaan, ilmu
pengetahuan dan teknologi
Secara
historis Bahasa Indonesia merupakan varian bahasa melayu yang juga digunakan di
wilayah Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, bagian selatan Thailand, bagian
selatan Filipina, dan beberapa tempat di Afrika Selatan. Bahasa melayu pertama
kali diangkat menjadi bahasa persatuan di Indonesia pada 28 Oktober 1928 dalam
peristiwa yang disebut Sumpah Pemuda. Sejak saat itu, bahasa melayu yang
digunakan di wilayah Indonesia disebut dengan
Bahasa Indonesia.
Sebenarnya
bahasa melayu bukan bahasa terbesar yang digunakan di Indonesia. Bahasa Jawalah
yang merupakan bahasa terbesar dari segi pemakainya pada saat itu hingga sekarang. Namun, bahasa melayu dipilih sebagai bahasa
Indonesia karena bahasa ini sudah menjadi lingua franca atau bahasa pengantar
di wilayah Indonesia dan Asia Tenggara sejak ribuan tahun lalu. Salah satu
buktinya adalah catatan inskripsi di Sojomerto, Jawa Tengah yang menggunakan
bahasa Melayu kuno. Inskripsi ini tidak bertahun, tetapi menurut estimasi ahli
dibuat pada pertengahan abad 7. Ini menunjukkan bahwa bahasa Melayu pun sudah
dikenal di Pulau Jawa sejak ribuan tahun lalu.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sejarah Bahasa Indonesia itu lahir pada
tanggal 28 Oktober 1928. Pada saat itu, para pemuda dari berbagai pelosok
nusantara berkumpul dalam rapat, dan para
pemuda tersebut berikrar:
1. Kami putra dan putri Indonesia mengaku
bertumpah darah satu, tanah air Indonesia.
2. Kami putra dan putri Indonesia mengaku
berbangsa satu, bangsa Indonesia.
3. Kami putra dan putri Indonesia menjunjung
tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Ikrar
para pemuda ini dikenal dengan nama “Sumpah Pemuda”. Unsur yang ketiga dari
“Sumpah Pemuda” merupakan pernyataan tekad bahwa bahasa Indonesia merupakan
bahasa persatuan bangsa Indonesia. Makna dari berbahasa satu adalah bukan
berarti seluruh warga Indonesia harus berbahasa tunggal yaitu bahasa Indonesia
dengan meninggalkan bahasa-bahasa daerah yang dimiliki. Melainkan bermakna menjunjung tinggi kebesaran bahasa Indonesia
sebagai media pemersatu semua suku dan bangsa yang ada di NKRI. Pada tahun 1928
bahasa Indonesia dikokohkan kedudukannya sebagai bahasa nasional.
Kemudian,
Bahasa Indonesia dinyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara pada tanggal 18
Agustus 1945, karena pada saat itu Undang – Undang Dasar 1945 disahkan sebagai
Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Di dalam UUD 1945 disebutkan
bahwa “Bahasa Negara Adalah Bahasa Indonesia” (Bab XV, Pasal 36).
A.
Perkembangan Bahasa
Indonesia
Setelah
kemerdekaan, Bahasa Indonesia mengalami perkembangan & mendapat perhatian
lebih dari pemerintah Orde Lama dan Orde Baru, diantaranya melalui pembentukan Pusat Bahasa
dan pusat penyelenggaraan Kongres Bahasa Indonesia.
Peristiwa-peristiwa
penting dalam perkembangan Bahasa Indonesia setelah kemerdekaan;
a. Tanggal 18 Agustus 1945 ditandatangani UUD
1945, yang di dalamnya terdapat pasal 36, yang menetapkan bahasa Indonesia
sebagai bahasa Negara.
b. Tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan
Ejaan Republik (Ejaan Soewandi) sebagai ganti ejaan van Ophuysen yang berlaku
sebelumnya. Untuk lebih memahami mengenai Ejaan Republik (Ejaan Soewandi)
sebagai ganti ejaan va Ophuysen, yaitu sebagai berikut:
1. Ejaan van Ophuijsen
Pada tahun 1901 ejaan bahasa Melayu
dengan huruf Latin, yang disebut Ejaan van Ophuijsen, ditetapkan. Ejaan
tersebut dirancang oleh van Ophuijsen dibantu oleh Engku Nawawi Gelar Soetan
Ma'moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Hal-hal yang menonjol dalam ejaan
ini adalah sebagai berikut.
·
Huruf
ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya
harus disuarakan tersendiri dengan dipotong
seperti mulaï dengan ramai. Juga digunakan untuk menulis huruf y
seperti dalam Soerabaïa.
·
Huruf
j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang,
dsb.
·
Huruf
oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer,
dsb.
·
Tanda
diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk
menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dan
sebagainya.
2. Ejaan Soewandi
Pada tanggal 19
Maret 1947 ejaan Soewandi diresmikan menggantikan ejaan van Ophuijsen. Ejaan
baru itu oleh masyarakat diberi julukan ejaan Republik. Hal-hal yang perlu
diketahui sehubungan dengan pergantian ejaan itu adalah sebagai berikut.
§ Huruf oe diganti dengan u, seperti pada guru,
itu, umur.
§ Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan
k, seperti pada kata-kata tak, pak, maklum, rakjat.
§ Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2,
seperti anak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
§ Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya
ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, seperti kata depan di pada
dirumah, dikebun, disamakan dengan imbuhan di- pada ditulis, dikarang.
Namun, setelah mengalami perkembangan bahasa
Indonesia mengalami perubahan hingga menjadi ejaan bahasa Indonesia yang
disempurnakan, tetapi sebelumnya ejaan Melindo juga pernah digunakan setelah
ejaan Soewandi.
3.
Ejaan
Melindo
Pada akhir 1959 sidang perutusan Indonesia dan
Melayu (Slametmulyana-Syeh Nasir bin Ismail) menghasilkan konsep ejaan bersama
yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan Melindo (Melayu-Indonesia).
Perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya mengurungkan peresmian ejaan
itu.
4. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik
Indonesia meresmikan pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia. Peresmian ejaan baru itu
berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia
yang Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian ejaan itu.
Karena penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia
Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang
dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya tanggal
12 Oktober 1972, No. 156/P/1972 (Amran Halim), menyusun buku Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang berupa pemaparan kaidah ejaan yang
lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat
putusannya No. 0196/1975 memberlakukan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah.
Pada tahun 1987 kedua pedoman tersebut
direvisi. Edisi revisi dikuatkan dengan surat Putusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan No. 0543a/U/1987, tanggal 9 September 1987.
Beberapa hal yang perlu dikemukakan sehubungan
dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan adalah sebagai berikut.
1.
Perubahan
Huruf
Ejaan Soewandi
|
Ejaan yang Disempurnakan
|
||
dj
|
djalan, djauh
|
j
|
jalan, jauh
|
j
|
pajung, laju
|
y
|
payung, layu
|
nj
|
njonja, bunji
|
ny
|
nyonya, bunyi
|
sj
|
isjarat, masjarakat
|
sy
|
isyarat, masyarakat
|
tj
|
tjukup, tjutji
|
c
|
cukup, cuci
|
ch
|
tarich, achir
|
kh
|
tarikh, akhir
|
2.
Huruf-huruf
di bawah ini, yang sebelumnya sudah terdapat dalam Ejaan Soewandi sebagai unsur
pinjaman abjad asing, diresmikan pemakaiannya.
§ f maaf,
fakir
§ v valuta,
universitas
§ z zeni,
lezat
3.
Huruf-huruf
q dan x yang lazim digunakan dalam ilmu eksakta tetap dipakai
Contohya:
a
: b = p : q
Sinar-X
4.
Penulisan
di- atau ke- sebagai awalan dan di atau ke sebagai kata depan dibedakan, yaitu
di- atau ke- sebagai awalan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya,
sedangkan di atau ke sebagai kata depan ditulis terpisah dengan kata yang
mengikutinya.
di- (awalan)
|
di (kata depan)
|
Ditulis
|
di kampus
|
Dibakar
|
di rumah
|
Dilempar
|
di jalan
|
Dipikirkan
|
di sini
|
Ketua
|
ke kampus
|
Kekasih
|
ke luar negeri
|
Kehendak
|
ke atas
|
5.
Kata
ulang ditulis penuh dengan huruf, tidak boleh digunakan angka 2.
Misalnya:
anak-anak,
berjalan-jalan, meloncat-loncat
c. Kongres Bahasa Indonesia II di Medan pada
tanggal 28 Oktober s.d. 2 November 1954 juga salah satu perwujudan tekad bangsa
Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat
sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara.
d. Pada tanggal 16 Agustus 1972 H. M. Soeharto,
Presiden Republik Indonesia, meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia Yang
Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang DPR yang
dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57, tahun 1972.
e. Pada tanggal 31 Agustus 1972 Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh
wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).
f.
Kongres
Bahasa Indonesia III yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober
s.d. 2 November 1978 merupakan peristiwa penting bagi kehidupan bahasa
Indonesia. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang
ke-50 ini selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa
Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi
bahasa Indonesia.
g. Kongres bahasa Indonesia IV diselenggarakan di
Jakarta pada tanggal 21-26 November 1983. Ia diselenggarakan dalam rangka
memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya disebutkan bahwa
pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga
amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang mewajibkan
kepada semua warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan
baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin.
h. Kongres bahasa Indonesia V di Jakarta pada
tanggal 28 Oktober s.d. 3 November 1988. Ia dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus
pakar bahasa Indonesia dari seluruh Nusantara (sebutan bagi negara Indonesia)
dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia,
Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani dengan
dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada
pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata
Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
i.
Kongres
Bahasa Indonesia VI di Jakarta pada tanggal 28 Oktober s.d. 2 November 1993.
Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari
mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India,
Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Syarikat. Kongres
mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya
menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang
Bahasa Indonesia.
j.
Kongres Bahasa Indonesia VII diselenggarakan
di Hotel Indonesia, Jakarta pada tanggal 26-30 Oktober 1998.
Bahasa
Indonesia terus mengalami perkembangan. Sampai saat ini, bahasa Indonesia
merupakan bahasa yang hidup. Yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik
melalui penciptaan, maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.
Hampir Sebagian besar warga Indonesia menggunakan bahasa Indonesia yang
bercampur dengan bahasa asing atau daerah. Bahkan terdapat kamus bahasa gaul
yang diperjual-belikan secara bebas. Sebagai warga negara Indonesia kita harus
tetap melestarikan bahasa persatuan kita di era globalisasi ini.
Sastrawan-sastrawan
muda yang sejak tahun 1942 sudah muncul, terkenal dengan nama “Angkatan ‘45”.
Bahasa yang dipergunakan mereka bukan lagi bahasa Balai Pustaka, juga bukan
bahasa Pujangga Baru, melainkan bahasa Indonesia yang berkembang dengan corak
baru. Kekhasan bahasa yang dipakai waktu itu, lebih bebas dalam memilih kata
maupun kalimat, kaya dengan ungkapan-ungkapan, dan perbandingannya tidak berbau
klise lagi.
Pada
tahun 1950, bahasa Indonesia memasuki periode baru, dan semakin terus-menerus
dibina dan dikembangkan. Kedudukan bahasa Indonesia menjadi bahasa ilmu, bahasa
seni, bahasa politik, bahasa hukum dan bahasa ekonomi. Selanjutnya, pada
tanggal 16 Agustus 1972, Presiden Republik Indonesia menetapkan pemakaian ejaan
baru. Pemerintah juga melalui surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
mengubah Lembaga Bahasa Nasional menjadi Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa pada tanggal 1 Pebruari 1975. Berbagai usaha dilakukan lembaga ini untuk
mengembangkan bahasa Indonesia.
Penelitian-penelitian,
penataran, penyuluhan, seminar dan konferensi-konferensi digalakkan. Televisi
Republik Indonesia (TVRI) dan Radio Republik Indonesia (RRI) juga berperan
dalam pembinaan bahasa Indonesia melalui program-program siaranya.
Untuk
itu, Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar hampir di seluruh
wilayah Indonesia, terutama daerah perkotaan. Hampir 87% penduduk Indonesia
dapat mengerti bahasa Indonesia. Sementara itu, lebih dari 65% penduduk
Indonesia dapat menggunakan bahasa Indonesia. Pada umumnya, bahasa ibu orang
Indonesia adalah bukan bahasa Indonesia (sering disebut bahasa daerah) dan baru
mengenal bahasa Indonesia ketika masuk usia sekolah karena bahasa pengantar di
sekolah adalah bahasa Indonesia. Namun, saat ini anak-anak Indonesia sudah
mulai mengenal bahasa Indonesia sejak masih kecil karena adanya siaran televisi
atau radio dalam bahasa Indonesia.
Jumlah
penduduk Indonesia yang hanya bisa menggunakan bahasa Indonesia meningkat
karena adanya perkawinan antarsuku. Selain itu, karena faktor ekonomi, di
kota-kota besar di Indonesia bahasa Indonesia sudah menjadi bahasa pengantar
dalam kehidupan sehari-hari.
Sebenarnya
jumlah bahasa lain yang bukan bahasa Indonesia cukup banyak. Jumlahnya adalah
706 bahasa. Dari jumlah tersebut, bahasa yang besar dari sudut jumlah pemakai
adalah bahasa Jawa, Sunda, Madura, Bali, Minangkabau, dan Batak.
Namun
Bahasa Indonesia memiliki fungsi sebagai alat pengembangan kebudayaan nasional,
ilmu pengetahuan dan teknologi. Di dalam hubungan ini, Bahasa Indonesia adalah
satu-satunya alat yang memungkinkan kita membina dan mengembangkan kebudayaan
nasional sedemikian rupa sehingga ia memiliki ciri-ciri dan identitasnya
sendiri, yang membedakannya dari kebudayaan daerah. Pada waktu yang sama,
Bahasa Indonesia kita pergunakan sebagai alat untuk menyatakan nilai-nilai
sosial budaya nasional kita.
Telah banyak buku-buku ilmiah dan
sastra berbahasa Indonesia yang diterjemahkan ke dalam bahasa asing. Hal ini
menunjukkan bahwa Bahasa Indonesia itu punya kedudukan tersendiri di mata
internasional. Akhir kata: “Mari kita memakai dan menggunakan Bahasa
Indonesia.”
DOWNLOAD KLIK DISINI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar